Teman
pencerita sang pengolah raga dan sukma yang begitu luar biasa, sedikit saya
bercerita tentang siapa sang teman pencerita yang saya maksud.
Perawan
bertalenta yang dalam beberapa tahun akhir ini sering mengisi pikiran saya
ketika sepi terlarut dalam lamunanku sendiri. Bak ombak yang bergulung di laut lepas,
seketika ia seakan memecah karang yang sudah terlalu lama terdiam.
Bayang-bayang teman pencerita semakin jelas dan terus menggumpal di dalam
tempurung kepala ini. #ASUdahlah bung teriaknya di sisi kegelapan kedua
retinaku.
Sesekali kami
saling memotivasi diri, ketika satu diantara kami sedang melayang terbawa arus
waktu yang kurang begitu jelas. Kami memperjelasnya dengan saling bercerita.
Dilema
mahasiswa akut yang merindukan kampung halamannya, seputar masakan rumah yang
sempat membuat kami gila dan memaksa menarik-ulur air liur kami diranjang
masing-masing, atau hal-hal yang mengganjal perasaan kami untuk di sharingkan,
tentang keluarga, masalah disekitar kami, bahkan tentang sebuah mimpi yang
terbeli. Lepas lelah terasa lebih ringan
disaat kami asyik bercerita dan seketika terlelap dalam gerhana mata kami
masing-masing. Hanya sebuah rasa kangen terhadap keluarga kami. Inilah salah
satu cara kita mensiasati malam di kota perantauan. tempat dimana kami harus
keluar dari kerajaan kanjuruhan sesuai target kami masing-masing.
Semua kami
ceritakan dalam sela-sela waktu di luar kesibukan kampus, maka itu aku
menyebutnya teman pencerita. Teman pencerita
seakan menyelamatkanku dari reruntuhan sepi yang kadang mendominasi ruangan
ini, ruang pengap tanpa jendela berukuran 3x3 meter ini, seperti sepetak ruang
dimana aku harus menjadi lebih berarti untuk diriku sendiri di masa mendatang.
Teman pencerita berada dalam karyaku, menemani sisa-sisa waktu di tanah anarki
ini.
Tapi bukan
hanya sebatas ini, dia seperti partner ketika kami menciptakan sebuah karya, 2
karya drama kami ciptakan bersama, drama pertama kami “ ande-ande lumut ” dan
drama yang masih hangat akhir-akhir ini adalah “Turning Love”. Sebagian
besar orang di luar sana menganggap karya hanyalah hal yang semu untuk
dinikmati dan tak begitu berarti. Tapi bagi kami karya adalah bagian dari aku
dan teman pencerita.
Waktu terus
berlalu dan seakan beku di sekujur tubuhku entah apa yang ada dikepalaku, tapi
ini seperti musibah yang terus merajah urat-urat nadiku, sebuah rasa yang
takkan aku mengerti sebelumnya dan sangat sulit untuk aku tafsirkan di
kehidupan nyata ini. Rasa itu membelenggu hari-hariku, membuat aktivitasku
untuk beberapa pekan terakhir ini begitu berwarna, aku seperti setitik bercak
hitam yang tenggelam diantara warna-warna cat diatas pallet kesukaanku. Yah,
itulah mungkin aku menamakannya rasa dalam puing-puing kata ini, seperti yang
sudah ia tulis di header blognya tahun lalu.
Teman
pencerita yang membawa cinta untuk seorang pemuda dari jogja, atau bahkan
sebaliknya?? aku tidak tahu kalimat apa yang pas untuk mewakilkan ini semua,
ini sudah terlalu dalam, sangat dalam untuk aku dan teman pencerita, tapi aku
tidak berhenti disini. Aku terus maju untuk memperjuangkan rasa diantara kata-kata
yang berserakan .
Terkadang di
kerumunan rakyat kanjuruhan dia tersenyum bingar, senyumnya terapit 2 bulan
sabit kecil di kanan-kiri pipinya memebekukan panas matahari yang saat itu
menyengat J,
aku tetap terdiam dan terus menikmati senyum teman pencerita yang sangat khas
bagiku. Dan terbukti bahagia itu sederhana, melihatnya bahagia, sudah cukup
melegakan bagiku. sampai suatu pagi aku tercerahkan oleh 2 belati yang
tiba-tiba tertancap di bola mataku.
Pagi yang
menakjubkan , tepatnya 8 july 2013, sekitar pukul 9.45 waktu Indonesia bagian
nggerus. bahkan terlalu pagi untuk seorang insomnia sepertiku. Aku dikejutkan
dengan teman pencerita dan pemuda dari seberang jalan, tepat aku keluar dari
kampus. Aku tetap berjalan pelan dan
seakan ribuan belati turun dari karung-karung Tuhan menghujani tempurung
kepalaku, aku terus melangkahkan penopang raga ini ke arah redrose, kuda besi
yang kuparkir disebelah kampus, tempat favorite redrose , dimana redrose selalu
setia menungguku selama oven panas kerajaan kanjuruhan di mulai. Redrose juga
menjadi salah satu saksi dimana sebuah kebenaran terungkap. Langkahku kecil dan
mereka semakin pelan, tanyaku “ lho kok belum berangkat??” jawabnya “iya
travelku telat”. Kemudian mereka menghilang diantara gugusan awan yang sangat
menyilaukan. Rencana yang ku susun
matang-matang dengan redrose, akhirnya membusuk dan menghasilkan bau yang tak
begitu sedap. Redrose bergumam #ASUdahlah bung.. bung, bekalmu akan aku simpan
biarkan bekalmu menjadi pemberatku, biarkan aku mengurangi bebanmu. Lalu Aku
kembali ke beranda emperan seni ditempat lamunanku terjaga dan redrose yang
setia menemaniku.
Pagi yang
cukup membuatku gila, hingar-bingar-hampa aktivitas dan rutinitas waktu itu
berantakan, sangat kacau. Tapi aku tetap menjadi pengendali raga terbaik,
seperti yang sudah pria setengah baya itu katakan padaku “Tetaplah menjadi
pengendali raga terbaik di dunia ini”. Secarik kalimat itu juga menjadi bagian
aku dan teman pencerita. Akhirnya aku memilih suatu sikap sejati dari seorang
pemuda biasa yang belajar menjadi jiwa seorang seniman. Menarik garis keras
dari pensil conteku. Garis keras untuk sebuah rasa yang sudah menjadi ganas dan
bringas. Aku membatasi rasa tersebut, bersifat professional layaknya seniman
kawakan, mengurung rasa itu di jeruji setan, dimana sekumpulan iblis berdiam
melengkingkan ribuan tangga nada rasanya.
Mengaguminya dan menjadikannya teman
pencerita, hanya sebatas itu. tidak ada lebihnya setelah aku mengetahui
semuanya. Teman pencerita hanyalah teman pencerita saja dan akan tetap menjadi
teman pencerita. Memposisikan diri untuk cerita-cerita selanjutnya bersama
teman pencerita.
Teman pencerita telah mempunyai
seorang penjaga dari kerajaan seberang. sementara aku tetap dengan karyaku dan
setumpuk mimpiku yang sempat terbeli di tanah anarki ini.
Rasa ini tetap
manjadi maha karya yang luar biasa, aku tetap menyimpannya di kotak kecil
tumpukan rasa dan entah kapan waktunya aku akan membakarnya bersama
lengkingan-lengkingan iblis penghuni penjara setan. Di tanah anarki ini aku
tancapkan belati tuhan untuk para penghuni nestapa negeri seberang.
Salah satu senyum teman pencerita yang aku
buat sketch tadi pagi J #bahagiaitusederhana,
melihatnya tersenyum bahagia diatas bianglala. Tetaplah menjadi pengendali raga
terbaik, aku telah menjadi pengendali rasa terbaik untuk kita. Anda teman
pencerita yang hebat !!!
teman pencerita (12 july 2013)